Menilik Lebih dalam Panama Papers
Dalam skandal Panama Papers tidak hanya menunjukan
mengenai praktik penyembunyian kekayaan dan upaya menghindari pembayaran pajak
dibatas kewajaran tetapi kebocoran data dalam skandal Panama Papers merupakan pelanggran terhadap kepercayaan publik
ketika orang-orang berpengaruh, orang kaya dan perusahaan besar dengan bebasnya
meletakkan harta kekayaan diluar negeri dengan tujuan menghindari
wajib pajak didalam negerinya tetapi tanpa adanya jeratan hukum yang tegas. Penghindaran pajak oleh
kaum elite seperti ini sudah
terbilang sebagai sebuah praktik umum sehingga hal tersebut menyebabkan
negara tidak bisa memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan infrastruktur, menciptakan lapangan
kerja, dan memerangi kemiskinan.
Tentunya, hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, namun berkaca dari
skandal tersebut, tidak serta merta 100% menyalahkan kaum elit yang menimpan
kekayaanya keluar negeri. Indonesia. Sebagai salah satu negara yang warga
negaranya ikut terlibat dalam dalam skandal Panama
Papers seharusnya segera instropeksi diri. Skandal tersebut menunjukan
lemahnya diplomasi ekonomi di Indonesia sehingga warga negaranya pun enggan
untuk menyimpan kekayaannya didalam negeri. Hal tersebut bisa terjadi lantaran
birokrasi yang terlalu rumit, tingginya pajak dalam negeri tetapi masih terjadi
praktik KKN didalam tubuh Direktorat Jendral Pajak dan jajaranya itu sendiri dan kurangnya
transparansi sehingga sulit untuk dipantau serta kurang tegasnya badan yang
mengurusi mengenai perpajakan dan kacaunya Undang-Undang perbankan.
Berkaca
dari skandal tersebut, tentunya diplomasi ekonomi harus berperan aktif kembali
untuk mengikis terjadinya permasalahan yang serupa. Oleh sebab itu, penulis
yang dibantu oleh beberapa sumber sebagai data dan fakta penguat dapat
berasusmsi bahwa untuk menarik kembali
dana milik Warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri, ada beberapa upaya
yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia yakni, menggunakan metode pembukuan held to maturity yang artinya obligasi, saham atau kekayaan yang ditarik dan dikembalikan kepada Indonesia,
tidak bisa dipindah tangankan
dalam jangka paling sedikit lima tahun. Selain itu, upaya untuk mengembalikan aset Orang Indonesia di luar
negeri dengan cara kebijakan pengampunan pajak. Dalam kebijakan ini pemerintah akan
mengenakan tarif kompensasi bagi orang Indonesia yang memiliki aset di luar
negeri sehingga ketika kembali
ke Indonesia wajib pajak yang dibayarkan tidak akan terlampau besar. Hal lain
yang menjadi perhatian sebagi upaya penarikan dana warga
negara Indonesia yang beredar di luar negeri yaitu memperbaiki Undang-Undang perbankan guna mendapatkan data yang lebih konkrit terkait penyimpanan dana di luar negeri.
Selain itu, perlu diketatkan
dalam mengoptimalkan
pertukaran data (automatic exchange of
information) terkait pajak,
termasuk
memanfaatkan unilateral policy dari
pemerintah Amerika Serikat yakni Foreign
Account Tax Compliance Act (FACTA).
Tak berhenti disitu, upaya yang
terus dilakukan oleh pemerintah untuk menarik dana-dana yang berada diluar
negeri melalui diplomasi ekonomi terhadap pemilik dana yakni penerapan
kebijakan Tax amnesty yaitu penghapusan
pajak yang seharusnya terutang
dan tidak akan dikenai
sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan
cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan
Pajak.(Jupriyanto, M 2017). Tetapi, uapaya pemerintah
seharusnya tidak hanya berhenti sampai pada Tax
Amnesty saja, perlu berbagai cara yang lebih ampuh, mengingat masyarkat
indonesia yang seolah ‘bebal’ dengan aturan pemerintah. Oleh sebab itu, penulis
menambahkan cara untuk menarik dana yang beredar diluar negeri menggunkan
pendekatan diplomasi ekonomi yaitu memperpendek proses birokrasi yang ada di Indonesia yang membuka
peluang terhadap praktik KKN. Adanya pengoptimalan insentif tax allowance dan tax holiday
yang sebelumnya telah disahkan pada Peraturan Pemerintah No. 18 dan No. 159
tahun 2015. Selanjutnya yang terakhir ialah, perlunya integrasi dan sinergi antar institusi untuk mempermudah dalam membuat kebijakan sebagai proses penarikan
kembali dana warga Indonesia yang beredar diluar negeri. Oleh sebab itu,
sampailah pada benang merah bahwa pemerintah harus bekerja ekstra dalam menraik
dana-dana yang beredar diluar negeri. Hal tersebut disebabkan banyaknya potensi dana yang beredar
di luar negeri
yakni mencapai Rp11.400 triliun. Jumlah tersebut hampir setara dengan produk
domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar Rp12.000 triliun.
Komentar
Posting Komentar